Agusriansyah Sebut Masih Ada Ketimpangan pada Proses PPDB

intuisi

25 Mei 2025 13:49 WITA

Agusriansyah
Anggota DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan. (Kontributor intuisi.co)

Samarinda, intuisi.co – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) Agusriansyah Ridwan, menanggapi isu klasik seputar praktik “titip-menitip” dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dia menilai fenomena tersebut lebih mencerminkan ketimpangan dalam sistem pendidikan nasional daripada sekadar persoalan nepotisme.

Agusriansyah menyatakan bahwa tindakan menitip peserta didik kerap terjadi karena belum meratanya fasilitas pendidikan di berbagai wilayah.

“Bukan karena masyarakat ingin jalan pintas. Tapi karena negara belum sepenuhnya menyediakan sarana dan prasarana pendidikan secara adil,” ujarnya saat diwawancarai awak media pada Minggu (25/5/2025).

Menurutnya, selama ketimpangan fasilitas dan kapasitas sekolah masih terjadi, praktik seperti ini akan terus ada. Padahal menurutnya, pendidikan selama 12 tahun menjadi hal wajib diseluruh daerah. Namun hal itu masih belum bisa terpenuhi.

Sehingga hal ini harus menjadi perhatian yang tak boleh ditinggalkan dalam pemenuhan pendidikan di daerah. Apalagi di 10 kabupaten/kota di Kaltim memiliki permasalahan soal kapasitas sekolah yang sama. Seperti yang di terjadi di Balikpapan yang kekurangan sekolah. Sama yang dirasakan dengan Samarinda yang juga masih kekurangan sekolah.

Lebih lanjut, ia juga membela para wakil rakyat yang kerap disalah pahami ketika menyuarakan aspirasi masyarakat terkait pendidikan.

Agusriansyah menilai bahwa advokasi anggota dewan terhadap keluhan warga bukan bentuk intervensi, melainkan bagian dari tanggung jawab mereka sebagai representasi publik.

“Ketika kami memperjuangkan agar seorang anak bisa diterima di sekolah, itu bukan berarti menitip. Itu bagian dari fungsi kami menyuarakan hak rakyat,” jelasnya. Ia menekankan bahwa pendidikan adalah hak dasar yang harus dijamin negara. Apalagi Kaltim juga punya program gratis pendidikan untuk siswa dan mahasiswa.

Sehingga, Politisi Dapil Berau, Kutim dan Bontang itu meminta agar dalam kualitas penerapannya bisa diperhatikan lagi.

Karena itu, setiap usaha memperjuangkan akses pendidikan, termasuk oleh wakil rakyat, seharusnya dipandang sebagai bentuk tanggung jawab sosial, bukan penyimpangan.

“Istilah ‘titipan’ sering disalahartikan. Padahal, yang kami lakukan adalah memperjuangkan hak warga. Pemerintah semestinya hadir lebih kuat agar praktik seperti ini tidak perlu terjadi,” tutup Agusriansyah. (adv/rfh/ara)

Ikuti berita-berita terbaru Intuisi di Google News!