Buruh Bongkar Muat di Muara Jawa Tuntut Kepabeanan, Pemerintah Diminta Turun Tangan
Ratusan buruh bongkar muat di Muara Jawa butuh kepabeanan: mereka menghasilkan puluhan miliar rupiah bagi negara, tapi belum merasakan kesejahteraan.
Muara Jawa, intuisi.co – Ratusan buruh bongkar muat di Muara Jawa, Samarinda, menggantungkan penghasilan mereka dari kegiatan alih muat atau Ship To Ship (STS) yang sudah berlangsung sejak 2016. Namun, kegiatan tersebut dipersoalkan oleh asosiasi perusahaan ekspor dan pemakai jasa angkutan laut, karena dianggap tidak sesuai dengan aturan kepabeanan. Buruh bongkar muat pun mendesak pemerintah untuk hadir di wilayah pesisir Kutai Kartanegara (Kukar) dan memberikan fasilitas kepabeanan yang layak.
STS Muara Jawa Sudah Kantongi KM Nomor 135
Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) menegaskan kegiatan STS Muara Jawa sudah mengantongi KM Nomor 135 sejak 2016. Artinya wilayah kerja mereka berada di bawah Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kuala Samboja.
“Kami sudah memiliki izin resmi dari Kementerian Perhubungan untuk melakukan kegiatan STS di Muara Jawa. Kami juga sudah membayar pajak dan retribusi sesuai ketentuan,” ujar Ketua APBMI Kuala Samboja Loeis Subowo Saminanto.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi kegiatan STS kargo ekspor di Muara Jawa yang dipersoalkan Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) dan Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo). Kedua asosiasi tersebut mengklaim bahwa kegiatan STS Muara Jawa tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 188 tahun 2010 tentang Tempat Pemberitahuan Pabean dan Tempat Pemeriksaan Barang.
Buruh Bongkar Muat Mendorong Kepabeanan di Pesisir Kukar
Loeis mengatakan, buruh bongkar muat yang bekerja di STS Muara Jawa mendorong kepabeanan di wilayah pesisir Kukar yang padat akan aktivitas impor dan ekspor. Pasalnya kapal-kapal asing sering melakukan kegiatan bongkar muat di sana.
“Meski telah ada peraturan yang menaungi, bea cukai di wilayah ini masih abu-abu. Sehingga buruh tidak merasakan secara optimal,” tutur Loeis.
Diterangkan, berdasarkan PMK 188, wilayah kerja bea cukai STS Muara Jawa masuk di Balikpapan. Karenanya APBMI sebagai pelaku usaha dan pengguna jasa di sana mendorong terus STS Muara Jawa memiliki wilayah kepabeanan.
“Kami mengharapkan pemerintah hadir di sini dan memberikan fasilitas kepabeanan yang layak. Sehingga kami tidak perlu lagi ke Balikpapan untuk mengurus administrasi dan pemeriksaan barang,” ucap Loeis.
Kegiatan Bongkar Muat Berdampak Positif bagi Negara dan Masyarakat
Kata Loeis, sebanyak 875 buruh bongkar muat yang bernaung di koperasi PKBM Karya Sejahtera menggantungkan penghasilan mereka di pelabuhan itu. Pada 2019, buruh mendapatkan sekitar 60 vessel per tahun. Saat ini dengan banyaknya kapal yang bertengger di pelabuhan itu, buruh bisa mencapai 40 vessel per bulan.
“Angka penghasilan ini sangat berdampak terhadap masyarakat pesisir Kukar,” imbuh Loeis.
Lebih lanjut disampaikan, dengan kegiatan bongkar muat ini, negara sangat diuntungkan. Mulai dari kehadiran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) jasa alat sebesar 20 persen. Bila setiap kapal menggunakan stevedoring, negara bisa mendapatkan Rp37 juta, beserta plotting crane yang saat digunakan bisa mendapat sampai ratusan juta.
“Secara hitungan, dengan 40 vessel per bulan, puluhan miliar sangat menguntungkan negara,” kata Loeis.
Loeis juga menambahkan, kegiatan bongkar muat di STS Muara Jawa tidak mengganggu lingkungan dan keselamatan pelayaran. Ia mengklaim bahwa APBMI sudah menerapkan standar operasional prosedur (SOP) yang ketat dan sesuai dengan peraturan. (*)