Samarinda, intuisi.co – Pandemi covid-19 memberi dampak di berbagai kepentingan. Tak terkecuali pembahasan upah minimum pada tahun ini. Di Kaltim, kenaikan tiap tahun beberapa waktu belakangan tak kurang dari 8 persen. Namun jelang pekan terakhir Oktober 2020, standar baru upah minimum masih tanpa petunjuk.
“Sampai sekarang kami belum ada pembahasan apapun mengenai kenaikan upah. Bisa jadi dalam beberapa hari ke depan,” ujar Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kaltim Sulaiman Hattase, dikonfirmasi Jumat sore, 23 Oktober 2020.
Dibandingkan daerah lain, UMP Kaltim pada 2020 menempati posisi tertinggi ke-11 dari 34 provinsi di Indoensia. DKI Jakarta yang teratas dengan nilai Rp4,27 juta. Kehadiran Kaltim di jajaran 11 besar, tak lepas dari perubahan empat tahun berturut-turut yang meningkat signifikan. Dari Rp1,26 juta pada 2016 naik menjadi Rp2,33 juta pada 2017. Pada 2018 naik lagi hingga Rp2,54 juta, selanjutnya pada 2019 Rp2,74 juta dan terakhir pada 2020 menjadi Rp2,98 juta.
Peningkatan UMP tahun ke tahun di Kaltim, tercatat tak kurang dari 8 persen. Jika kecenderungan yang sama kembali tertuang dalam kesepakatan berikutnya, UMP Kaltim 2021 mestinya tak kurang Rp3,21 juta. Persoalannya, situasi tahun ini tak sama dengan periode yang sudah-sudah.
Sulaiman menyadari ekonomi sedang anjlok. Namun, harus dicari formula tepat agar keputusan tak berat sebelah. Jangan sampai pengusaha dan pekerja sama-sama kesulitan saat penentuan UMP. Kondustivitas harus dijaga. Lebih-lebih dengan kondisi saat ini. Kebijaksanaan Gubernur Kaltim Isran Noor sebagai pengambil keputusan akhir pun memegang peranan krusial. “Paling lambat minggu depan sudah ada pembahasan,” sebut Sulaiman.
“Kami memang belum berunding. Saat ini posisinya masih mencari informasi mengenai status kawan-kawan dan perusahaan di daerah lain juga,” pungkasnya. (*)