Ketiadaan Pergub Picu Maraknya Tambang Galian C di Kaltim
DPRD Kaltim mendesak Gubernur Isran Noor segera menerbitkan pergub tentang tambang galian C. Apalagi setelah terbitnya Perpres 55/2022.
Samarinda, intuisi.co—Gubernur Kaltim, Isran Noor, yang belum menandatangani Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pertambangan bahan galian C menimbulkan tanda tanya. DPRD Kaltim dibuat tak habis pikir. Mengingat, regulasi yang menjadi dasarnya telah tertuang dalam Perpres Nomor 55 tahun 2022 dan telah berlaku sejak April lalu.
Sejak menarik semua kewenangan perizinan pertambangan ke pusat, Presiden mengeluarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam beleid tersebut, pemerintah daerah memiliki kewenangan terhadap komoditi pertambangan non-logam dan batuan. Sehingga, perizinan pertambangan galian C kini menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Belum terbitnya pergub yang mengatur perizinan usaha galian C menjadi sorotan DPRD Kaltim. Salah satunya anggota Komisi I DPRD Kaltim, Muhammad Udin.
Ia merasa, pergub itu penting untuk memperkuat dasar hukum tentang tambang galian C. Sedari perizinan sampai pengawasan di lapangan. Selain itu, pemerintah daerah dapat memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor ini. Dalam hal pengawasan, pemerintah daerah pun bisa langsung menindak penambang nakal.
“Harusnya gubernur membuat peraturan gubernur (Pergub) berkaitan perizinan tersebut. Karena izin-izin yang sudah ada di pusat, yang belum ditandatangani oleh pusat, mereka otomatis kembalikan kepada provinsi,” ucap Udin.
Kritikan Udin tersebut berdasarkan aduan pengusaha pertambangan galian C. Banyak pengusaha yang tidak mengajukan perizinan kepada DPMPTSP, lantaran terhalang ketiadaan pergub.
“Karena di PTSP menunggu pergub keluar. Sehingga, saya mendorong pemerintah membuat peraturan resmi,” tegas Udin.
Bukan main konsekuensi yang harus ditanggung karena ketiadaan pergub tersebut. Salah satunya semakin marak penambangan galian C ilegal di Kaltim. Hal-hal yang dikhawatirkan itu sudah mulai terjadi. Beberapa anggota dewan telah mendapati kasus ilegal tersebut. Yang beroperasi di wilayah Bontang dan Kutai Timur. Dan, diduga masih lebih banyak lagi di tempat lainnya. “Jadi, siapa yang merugi?” tutupnya. (sukri/adv/dprdkaltim)