Perda 6/2013 Sudah Tak Relevan, Komisi I Terbuka Bila Diperbarui
Komisi I DPRD Samarinda membuka diri atas rencana pembaruan dari Perda 6/2013 yang mengatur peredaran miras di Samarinda. Selama dilakukan sesuai mekanisme.
Samarinda, intuisi.co—Peredaran minuman keras atau miras di Samarinda rupanya sempat serba salah. Sempat terdapat dua peraturan daerah yang kontradiksi. Satu peraturan membatasi tempat-tempat tertentu menjual miras, namun perda lainnya malah memperkenankan untuk kemudian dipungut retribusi.
Pengaturan peredaran miras di Samarinda diatur dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 6 tahun 2013 tentang Larangan, Penertiban, dan Penjualan Minuman Beralkohol Dalam Wilayah Kota Samarinda. Dalam regulasi tersebut, diatur bahwa miras golongan A, B, dan C hanya dijual hotel berbintang, restoran, dan bar. Namun Perda Kota Samarinda No 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, malah memperbolehkan sebagai dasar pungutan untuk pendapatan asli daerah (PAD).
Situasi itu lah yang akhirnya jadi dilema hingga Perda 4/2019 akhirnya ditarik. Meski demikian, lantaran sempat berlaku, akhirnya ada sejumlah tempat yang terlanjut mengantongi izin menjual miras, seperti hotel tak berbintang atau kafe yang dilarang pada Perda 6/2013.
“Tapi untuk semua izin miras yang semua masa belakunya habis, tak akan kami perpanjang, karea perda telah melarang,” sebut Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Samarinda, Jusmaramdhana Alus.
Tanggapan Komisi I DPRD Samarinda
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Joha Fajal, kembali menegaskan bahwa Perda 4/2019 telah dianulir. Sehingga, mengenai peredaran miras di Samarinda tetap mengacu Perda 6/2013.
Sebagai legislator, Joha Fajal pun dibuat tak habis pikir akan hadirnya Perda 4/2019. Bukan cuma karena istrinya yang kontradiksi dengan perda sebelumnya. Melainkan juga lantaran pembentukannya yang misterius.
“Kalau dilihat dari bulannya, perda ini lahir tanpa diinginkan. Karena pembentukannya saat kami sedang pemilihan (Pileg 2019). Jadi siapa yang bikin ini?” sebutnya.
Syukurnya, perda tersebut telah dianulir dan pengaturan peredaran miras di Samarinda kembali mengacu Perda 6/2013. Memang, ada opsi merevisi lagi isi perda tersebut lantaran dinilai sudah tak relevan, terutama dalam hal mengoptimalkan PAD. Komisi I DPRD Samarinda pun tak menutup diri atas masukan tersebut. “Perda ini penting untuk masyarakat. Tapi kalau ada perda terbit tak sesuai mekanisme, itulah yang dibenahi,” pungkasnya. (*)