DPRD Samarinda

Riwayat Perda 6/2013 yang Sempat Tarik Ulur, Kini Mendesak Diperbarui

Perda 6/2013 yang mengatur peredaran miras di Samarinda, lahir dengan begitu alot dan memakan banyak waktu. Desakan dan godaan bertubi-tubi mengarah ke mereka yang terlibat.

Samarinda, intuisi.co—Peredaran minuman keras di Samarinda diatur dalam Perda 6/2013. Regulasi yang satu ini rupanya cukup menguras tenaga. Pembuatannya sempat tarik ulur sehingga memakan waktu cukup lama.

Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Nursobah, mengungkapkan sejarah singkat pembentukan Perda 6/2013. Kebetulan, Nursobah yang saat ini juga menjabat anggota DPRD Samarinda, adalah ketua pansus dari pembentukan perda tersebut. “Kebetulan, saya ketua pansus, jadi saya mengerti napasnya,” terang Nursobah.

Diakuinya, peraturan dengan nama lengkap Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 6 tahun 2013 tentang Larangan, Penertiban, dan Penjualan Minuman Beralkohol Dalam Wilayah Kota Samarinda, dibentuk dengan cukup alot. Mengalami tarik ulur lantaran banyak desakan dari berbagai pihak.

Sebagai ketua pansus, Nursobah pun mencoba senetral mungkin dalam pembentukan perda tersebut. Menerima masukan dan pertimbangan dari pihak-pihak terkait. “Saya sampaikan opsi ke dinas perdagangan dan perizinan, Samarinda mau jadi kota apa? Kalau kota miras, silakan,” ungkapnya.

Godaan untuk melancarkan peredaran miras di Samarinda kala itu, diakuinya begitu masif. Bahkan ada para distributor miras diklaim bersedia menambah gaji masing-masing Rp10 juta untuk tiap anggota DPRD Samarinda. Dari niatan distributor itu pun, bisa tergambar bagaimana besar sebenarnya pundi-pundi dari aliran minuman beralkohol di Ibu Kota Kaltim.

Perda 6/2013, Mengatur, Bukan Melarang

Tapi di satu sisi, daerah turut bertanggung jawab akan moral masyarakatnya. Apalagi dari sisi masyarakat juga tak sedikit didapat aduan mengenai peredaran miras yang mudah didapat di toko-toko kelontong. Hingga akhirnya, dari berbagai pertimbangan matang, lahir lah Perda 6/2013. “Intinya, perda itu mengatur, bukan melarang,” lanjutnya.

Merespons rencana pembaruan perda tersebut, Nursobah kembali menempatkan diri untuk selalu terbuka. Namun jika niatan pembaruan semata untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), penting untuk mengamati lagi situasi terkini di Samarinda. Mengingat saat ini, pertumbuhan tempat-tempat usaha kafe dan sejenisnya terus melaju secara kasat mata, tak tercermin dari pertumbuhan ekonomi Samarinda secara nyata.

“Saya usulkan, buat regulasi yang win-win solution. Yang terpenting, jangan menghambat UMKM tapi tetap mematuhi regulasi,” pungkasnya. (*)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.