Samarinda, intuisi.co – Ani Juwairiyah merupakan penderita polio sejak berusia 2 tahun. Namun keterbatasan tak menjadi alasan baginya membatasi diri. Ia terus berkarya dengan segenap kemampuan. Bahkan sempat mengantarnya menjadi anggota DPRD Kaltim.
“Saya polio sejak umur dua tahun. Namun keluarga saya tak pernah membeda-bedakan,” ujar Ani kepada intuisi.co, Jumat sore, 26 Maret 2021.
Ani merupakan bungsu dari enam bersaudara. Satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Lahir dan besar di Kebumen, Jawa Tengah, sebelum pindah ke Samarinda pada 1985. Setahun menikah dengan Dr Triyono Sudarmadji yang ketika itu diterima sebagai dosen Universitas Mulawarman.
Lahir dari pasangan Sahlan Damanhuri dan Isdilah, Ani mendapat kasih sayang yang luar biasa. Meski menyandang polio, tak sedikit pun diskriminasi dirasakan. Kasih sayang yang sama besarnya juga dirasakan dari kakak-kakaknya.
Dukungan dan kecintaan keluarga akhirnya memberi dampak positif dalam kehidupannya. Membentuk karakter dan semangat Ani menghadapi dunia di tengah keterbatasan. Keluarga menjadi dasar baginya membangun semangat dan sikap optimistis sebagai disabilitas. Bersama suaminya, Ani dikaruniai tiga anak. Saat ini telah memiliki sepasang cucu.
“Saya tak pernah minder dengan kondisi saya,” tegasnya.
Selain sebagai orangtua dan nenek, keseharian Ani juga disibukkan berbagai kegiatan sosial. Ia merupakan ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kaltim selama dua periode sejak 2011. Ia juga sempat mengecap dunia politik sebagai anggota DPRD Kaltim periode 2004—2009. Melaju dengan Partai Amanat Nasional atau PAN daerah pemilihan Balikpapan.
Ani kembali bertanding dalam pemilihan calon legislatif periode berikutnya. Namun suara rakyat belum berpihak kepadanya. Namun ia sungguh bersyukur sempat merasakan pengalaman sebagai wakil rakyat.
“Saat saya menjadi anggota dewan inilah saya bertemu banyak komunitas. Termasuk temen-temen disabilitas dan organisasinya,” kisahnya.
Perjuangkan Penyandang Polio dan Disabilitas Lainnya
Sepak terjang Ani sebagai wakil rakyat, nyatanya berhasil menorehkan kesan positif. Jelang masa jabatannya berakhir, kawan-kawan dari PPDI Kaltim menawarkannya menjadi ketua. Saat itu Ani sempat menolak karena berbeda pemahaman.
Namun demikian, seorang rekannya terus menggoda Ani. Dia dan kawan-kawan perkumpulan lainnya intens mengajak diskusi. Seiring waktu, hati Ani pun tergerak.
“Ada perjuangan yang lebih dari itu. Hak-hak disabilitas harus terus dikawal. Jadi bukan sekadar charity,” tuturnya.
Sejak saat itu, Ani terus berjuang bersama rekan-rekannya di PPDI Kaltim. Hingga kini jumlah anggotanya sudah 5.800 orang. Tersebar di 10 kabupaten/kota provinsi ini. Terbanyak Samarinda dan Balikpapan.
Menurut Ani, dibandingkan provinsi lain Kaltim adalah yang paling ramah dengan disabilitas. Seperti tertuang dalam visi dan misinya di bagian pertama dari lima misi yang diusung. Yakni Berdaulat dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia dan Berdaya Saing, Terutama Perempuan, Pemuda dan Penyandang Disabilitas. Hingga, kini belum ada daerah lain mengusung misi serupa.
Selama menjabat ketua PPDI Kaltim, Ani dan kawan-kawannya juga menginisiasi Perda Kaltim 1/2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas. Dan pada 2019 juga mengusulkan rancangan peraturan gubernur tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi disabilitas di Bumi Etam.
Terkini, awal Maret 2021, pihaknya membuat usulan terkait Rencana Aksi Daerah (RAD) Penyandang Disabilitas Kaltim. “Harapan terakhir itu, kami hendak Kaltim dan Indonesia secara umum bisa ikut dalam The Global Disability Summit (GDS) di Inggris 2022. Wacana tersebut sudah tertuang dalam pertemuan di Bali pada Januari lalu. Semoga bisa terwujud,” pungkasnya. (*)
View this post on Instagram