Samarinda, intuisi.co – Penertiban warga bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) RT 28 Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Samarinda Ulu, kembali molor. Hingga penjadwalan ulang pada 6 Juli 2020, tak kunjung ada realisasi.
Lagi-lagi ucapan Pemkot Samarinda isapan jempol belaka. Situasi pun makin alot. Warga juga masih tak ingin digusur. Hingga kemudian mengadu ke DPRD Samarinda.
“Tertunda hari ini. Enggak tahu kalau besok,” ujar Hasmuddin, ketua RT 28 setelah pertemuan dengan DPRD Samarinda, Senin siang, 6 Juli 2020.
Dalam pertemuan tersebut, Hasmuddin ditemani belasan warga. Tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Pasar Segiri (FKMPS). Turut diboyong lembaga bantuan hukumnya. Pertemuan berlangsung setengah jam. Diterima langsung Siswadi, ketua DPRD Samarinda. Juga anggota Komisi I, Triyana.
Hasil tatap muka tersebut, warga RT 28 dan Pemkot Samarinda bakal bertemu kembali dalam rapat dengar pendapat. “Kami ini mendukung saja program pemerintah tapi kami juga ingin kejelasan,” imbuhnya.
Menurut Hasmuddin, yang belum jelas hingga kini adalah uang atau kompensasi pemindahan. Termasuk tempat baru yang disediakan Pemkot setelah penertiban dieksekusi. Tanpa kepastian tempat baru, kata dia, sama saja dengan penggusuran. Dan itulah yang tak diinginkan warga.
Hal lain yang dipertanyakan ialah batas bangunan dengan sempadan sungai yang dijadikan dasar pemerintah merelokasi warga. Sebab, surat pemberitahuan Wali Kota Samarinda pada 9 Juli 2019 dengan nomor 612.12/0810/012.04 perihal Normalisasi SKM disebutkan ada jarak 30 meter dari kiri dan kanan sempadan sungai.
“Ukuran itu diambil dari titik sungai, tapi saat pertemuan dengan pemkot (Rabu, 17 Juni 2020) jaraknya berubah jadi 70 meter. Makanya kami ingin bertemu Pak (Syaharie) Jaang (wali kota Samarinda). Surat itu ditandatangani beliau,” sebutnya.
Nilai Berubah-ubah
Hal lain yang menjadi tanya ialah uang penilaian bangunan dari tim appraisal. Beberapa kali mengalami perubahan. Padahal sebelumnya informasi diterima warga, ada dana suntikan dari Pemprov Kaltim senilai Rp15 miliar untuk tiga rukun tetangga. Yakni RT 26, 27 dan 28.
Dari angka tersebut, masyarakat lalu menyimpulkan tiap RT mendapat Rp5 miliar. Namun hasil penaksiran tim appraisal khusus 234 bangunan di RT 28 ialah Rp3,09 miliar. Malah belakangan nilainya kembali berkurang. “Informasi terakhir kami dapat itu berubah lagu jadi Rp2,5 miliar. Alasannya untuk dana covid-19,” pungkasnya. (*)