Seriusnya Upaya Pemkab Kukar Ulangi Kejayaan Planetarium Tenggarong
Planetarium Tenggarong pada masanya memiliki teknologi yang begitu terkemuka. Pemkab Kukar berencana mengembalikan kejayaannya.
Tenggarong, intuisi.co—Tenggarong sebagai Ibu Kota Kutai Kartanegara (Kukar) memiliki banyak keunggulan. Termasuk dengan kehadiran fasilitasnya yang terkemuka. Salah satunya bahkan sempat jadi yang paling maju di level nasional. Yaitu Planetarium Jagad Raya Tenggarong (PJRT). Sayang, kehadirannya selama pandemi seolah mati suri. Namun Pemkab Kukar tak begitu saja menelantarkan.
PJRT pada masanya adalah kebanggaan besar di Tenggarong, bahkan Kalimantan Timur (Kaltim). Tak lepas dari keberadaannya yang masih termasuk langkah di Indonesia. Malah di Asia Tenggara jadi yang pertama memiliki tayangan tiga dimensi tanpa harus disaksikan menggunakan kacamata.
Adapun planetarium secara umum adalah teater bintang atau semesta. Menampilkan visual atau pengamatan langsung isi alam semesta dan susunan tata surya. Di Tenggarong, keberadaannya mulai mencuat pada 2000. Hingga resmi beroperasi pada 16 April 2003 setalah diresmikan oleh Wakil Presiden RI ke-9, Hamzah Haz.
Berdiri di Jalan Pangeran Diponegoro, bersebelahan bangunan Museum Mulawarman, Tenggarong, PJRT dibangun dengan APBD Kukar sebesar Rp18 miliar, sebagaimana tertuang dalam dokumen yang diperoleh reporter intuisi.co.
PJRT dilengkapi optical system Zeiss Skymaster ZKP 3 buatan Carl Zeiss dari Jerman. Memiliki tinggi 2.750 milimeter dengan berat 250 kilogram. Seratus lensa di perabotan astronomi tersebut berfungsi memproyeksikan berbagai bentuk benda langit seperti matahari, bulan, komet, meteor, bintang, rasi, dan galaksi. Tak ketinggalan dilengkapi sistem digital Zeiss Powerdome dengan video system 2 vp Zeiss Velvet (1+1 center).
Selain proyektor utama, Skymaster ZKP 3 memiliki pendukung berupa efek proyektor. Ada pula delapan proyektor slide yang berfungsi memproyeksikan gambar. Hasil proyeksi perangkat teknologi tersebut ditampilkan di sebuah ruang berbentuk kubah dengan diameter 11 meter. Penonton bisa menyaksikan keindahan semesta dari 92 kursi yang ditempatkan melingkar, menghadap ke proyektor.
Ruang teater bintang, demikian namanya, dirancang dengan meminimalisasi masuknya cahaya untuk mengoptimalkan pertunjukan. Ruangan ini dilengkapi mesin pendingin untuk melancarkan sirkulasi udara. Termasuk, menjaga perangkat teknologi di dalamnya bekerja di bawah suhu rendah yang ideal.
Revitalisasi Pertama Planetarium Tenggarong
Pada 2014, PJRT direvitalisasi besar-besaran. Teater bintangnya pun mampu menayangkan cuplikan tiga dimensi yang bisa dinikmati tanpa kacamata. Fitur tersebut muncul berkat upgrade optik ke ZKP 4. Menurut kabar, tak satu pun planetarium di Asia Tenggara memiliki fasilitas tersebut saat itu.
Fasilitas itu pun membuat tingkat kunjungan ke PJRT kembali meledak. Pada Idulfitri 2014, lebih 2 ribu orang datang berkunjung dalam sehari. Jam tayang diputar hingga delapan kali, sedari biasanya hanya empat kali sehari. Sepanjang 2014 saja, jumlah kunjungan mencapai 22 ribu orang. Meningkat lagi jadi 32.100 kunjungan setahun kemudian.
Namun demikian, 2015 rupanya menjadi puncak kejayaan PJRT. Karena setahun kemudian, meski jaraknya begitu tipis, tingkat kunjungan ke fasilitas tersebut mulai menurun. Setelah mencatatkan 32.066 pada 2016, kunjungan ke PJRT merosot tajam ke angka 7.025 setahun setelahnya, sebagaimana tertuang dalam Kabupaten Kutai Kartanegara dalam Angka 2018 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Kukar.
PJRT yang makin ditinggalkan akhirnya tak beroperasi penuh sejak Februari 2019 karena layar dome yang tak optimal. Tanpa teater bintang, planetarium pun hanya mengandalkan display benda tata surya sebagai sajian utama. Memamerkan pola tata kerja sistem surya. Seperti proses gerhana matahari dan fenomena alam serupa di lantai satu.
Penutupan Total
Ketika pandemi covid-19 merebak di Kaltim tahun lalu, PJRT pun akhirnya benar-benar ditutup. Dan sampai November 2021 ini, tak lagi ada aktivitas di fasilitas tersebut. “Planetarium tidak dibuka karena sebagian besar yang biasanya datang adalah anak-anak. Dan untuk memutarnya dalam ruangan perlu suhu dingin. Dalam aturan penanganan pandemi tidak boleh,” terang Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata, Dispar Kukar, Muhammad Ridha Fatrianta.
Meski demikian, Ridha tak menampik jika sejumlah peralatan di PJRT sudah tak berfungsi optimal alias memerlukan pergantian. Apalagi Dinas Pariwisata Kukar sebagai pengelola juga telah menerima surat dari Carl Zeiss bahwa system optical di PJRT sudah discontinue.
“Tapi kami sudah memprogramkan lewat perencanaan revitalisasi yang dalam hal ini dilakukan oleh Dinas PU (Pekerjaan Umum Kukar),” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kukar, Sunggono, menyebut bahwa revitalisasi yang dikemukakan tersebut berarti mengembalikan Planetarium Tenggarong sebagaimana keadaan awal. Pemkab Kukar pun masih mengkaji langkah apa yang akan dilakukan kelak dalam tahapan revitalisasi tersebut.
“Ada beberapa peralatan yang enggak bisa dimanfaatkan langsung. Apakah mungkin untuk mendesain ulang dari yang ada, atau masih bisa memaksimalkan fungsi peralatan yang ada,” Sunggono, ditemui intuisi.co dalam kegiatan di Samarinda, Rabu, 17 November 2021.
Sunggono membenarkan Pemkab Kukar telah mendapat advice dari produsen sistem optical PJRT mengenai peralatan yang telah discontinue. Dan advice itu pula yang jadi acuan untuk menentukan langkah Pemkab Kukar dalam proyek tersebut. “Intinya, planetarium akan dikembalikan fungsinya seperti awal,” pungkasnya. (*)