Samarinda, intuisi.co – Setelah rangkaian aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja, gerakan di Samarinda mulai membuat kemajuan. Ruang dialog dengan pemerintah daerah kian terbuka. Meskipun hasilnya belum memuaskan.
Rabu, 21 Oktober 2020, tiga mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) diterima Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi di salah satu ruang pertemuan lantai dua Kegubernuran Kaltim. Hasilnya, Pemprov Kaltim sepakat menyampaikan aspirasi dan tuntutan demonstran kepada pemerintah pusat.
“Jangankan UU Cipta Kerja, undang-undang dasar negara pun bisa diubah. Artinya, peluang itu bisa dilakukan. Yang penting tidak anarkis,” ujar Hadi Mulyadi di depan mahasiswa pada Rabu sore sebelum masuk ke kantor gubernur.
Salah satu dari tiga mahasiswa yang turut dalam pertemuan tersebut adalah Muhammad Akbar, bertindak sebagai juru bicara Aliansi Mahakam. Pertemuan sore tadi berlangsung sekitar 30 menit. Sejumlah pasal yang dikritisi dijabarkan mahasiswa untuk kemudian disampaikan ke pemerintah pusat oleh Pemprov Kaltim.
Penyampaian tersebut dilakukan lewat surat yang ditandatangani Gubernur Kaltim Isran Noor. Tertulis mengenai penyampaian aspirasi mahasiswa Mahakam Menggugat terhadap Omnibus Law. Disampaikan pula mengenai adanya unjuk rasa penolakan terhadap undang-undang yang disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu tersebut. Dengan poin-poin penolakan seperti disampaikan para demonstran lewat pemaparan tertulis yang turut dilampirkan.
Surat itupun masih menyisakan ketidakpuasan kepada pengunjuk rasa. Lantara Pemprov Kaltim dinilai tak ikut bersikap menolak UU Cipta Kerja yang lantang disuarakan para demonstran.
“Surat dari kantor gubernur namun kurang memuaskan, makanya aksi kami gak berhenti sampai di sini,” tambah Suardi yang juga juru bicara Aliansi Mahakam.
Meski demikian, Suardi memastikan massa mengapresiasi langkah Pemprov Kaltim mengakomodasi aspirasi ke pemerintah pusat. Termasuk melampirkan pasal-pasal yang dianggap demonstran memberatkan masyarakat. Paling pertama disorot adalah Pasal 88 terkait pengupahan. Mulai poin B, C dan D. Alih-alih memberi perlindungan pekerja, UU Cipta Kerja justru berpotensi membuat pasal ketenagakerjaan kembali terpinggirkan oleh kebutuhan investasi.
Karenanya, kelompok mahasiswa ini tak akan berhenti menolak Omnibus Law hingga benar-benar dicabut. “Kami akan mengawal surat dikeluarkan pemprov. Dan ke depannya ada konsolodasi lanjutan,” tutupnya. (*)