Cetak Biru Penertiban PKL dan Parkir Liar di Samarinda Harus Diperjelas
Pengamat tata kota menanggapi langkah penertiban pedagang kaki lima atau PKL dan parkir liar yang tengah gencar dilakukan Pemkot Samarinda.
Samarinda, intuisi.co – Gerak cepat Pemkot Samarinda menertibkan pedagang kaki lima atau PKL dan parkir liar setelah berganti kepemimpinan, disambut dengan positif. Langkah itupun dinilai sudah sangat wajar untuk ditempuh.
“Tapi perlu diingat, PKL dan parkir liar ini tak hanya ada di badan jalan dekat pasar. Di lokasi lain di Samarinda juga ada,” sebutnya Farid Nurrahman, pengamat tata kota dari Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Kaltim, dihubungi Kamis, 18 Maret 2021.
Menurutnya, penataan Samarinda harus dilakukan menyeluruh. Tak bisa hanya dibenahi dari satu bagian. Dengan penataan secara menyeluruh, visi kota bakal makin mudah diwujudkan.
Namun demikian, tantangan jelas terpampang nyata. Persoalan PKL dan parkir liar sudah sangat lama jadi belenggu. Bukan hanya Samarinda, tapi juga setiap kota di Indonesia. Tumbuh seiring berkembangnya suatu kota.
Karena itu, penyelesaiannya juga tak bisa sederhana. Harus sesuai aturan. Bagaimanapun, PKL dan parkir liar memiliki konflik sosial berbeda-beda. “Regulasinya harus jelas. Sama halnya dengan cetak birunya. Menertibkan boleh tapi harus ada solusi juga,” sebutnya.
Pemerintah lewat Satpol PP dalam penataan kota, harus didasari dengan cetak biru yang jelas. Termasuk mengenai yang paling krusial, yakni urusan legal dan ilegal. Batasannya pun mesti diperjelas. Termasuk juga dengan retribusi.
Dengan demikian, pemerintah tak dicap asal menertibkan. Jauh sebelumnya, solusi bagi para PKL atau juru parkir yang ditertibkan juga harus tersedia. “Paling umum itu dikasih tempat. Tapi setelah ditertibkan masih melanggar, boleh dong ditindak tegas,” sebutnya.
Farid yang merupakan alumunus University of Greenwich, London, Inggris itupun, sepakat dengan skema reward and punishment alias apresiasi dan sanksi. Sehingga PKL tak hanya ditertibkan, tapi juga diberi solusi. Karenanya, aturan main pun harus jelas. Sehingga tak memunculkan regulasi abu-abu yang rentan memicu kontroversi.
“Sudut pandang dari pengguna jalan dan pedagang itu berbeda. Keduanya sama-sama butuh,” pungkasnya. (*)
View this post on Instagram