Samarinda, intuisi.co – Pelaksanaan pilkada serentak pada 2020 ini dijadwalkan pada 9 Desember 2020. Sementara kondisi negeri masih berperang melawan pandemi. Di Kaltim, terdapat sembilan kabupaten/kota menggelar pesta demokrasi ini.
Dengan situasi tersebut, permintaan penundaan pilkada begitu lantang disuarakan berbagai pihak. Termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). “Kalau kami, prinsipnya mendukung apa yang disampaikan PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) di pusat,” terang Ketua PWNU Kaltim, HM Fauzi Bahtar, ditemui di kantornya, Jalan Tuanku Imam Bonjol, Kelurahan Pelabuhan, Kecamatan Samarinda Kota, Senin siang, 5 Oktober 2020.
Pilkada serentak tahun ini digelar 270 daerah di Indonesia. Khusus Kaltim, hanya minus Penajam Paser Utara. Dan sebagaimana daerah lain di Tanah Air, Kaltim juga tengah dihantui pandemi covid-19. Bahkan termasuk yang terparah. Hingga Senin ini, sudah 9563 terkonfirmasi positif. Dengan tingkat kematian 3,9 persen. “Kian hari, kasus bukan berkurang malah bertambah. Jadi memang harus ditunda,” imbuh Fauzi Bahtar.
Menurutnya, pemerintah mulai kewalahan dengan lonjakan kasus covid-19. Sementara di lapangan, mudah menemukan warga yang abai dengan protokol kesehatan. Terutama tidak menggunakan masker. Padahal masker berperan penting memutus rantai virus corona. Disertai rajin mencuci tangan dan jaga jarak.
“Makanya kami mengusulkan penundaan tersebut, tak perlu sampai 2024, cukup kurva menurun saja tiga atau empat bulan ke depan,” tambahnya.
Mantan ketua Kamar Dagang Indonesia dan Industri (Kadin) Kaltim itu khawatir jika pilkada diteruskan, malah berujung petaka. Klaster pilkada berpeluang terbentuk di daerah. Banyak nyawa dalam bahaya. Di Kaltim, sudah empat kontestan pilkada positif covid-19. Dua di antaranya meninggal dunia. Yakni Muharram, calon bupati Berau, dan Adi Darma, calon wali kota Bontang.
KPU sebagai penyelenggara, belum menunjukkan tanda-tanda ditundanya perhelatan pilkada. Terus meyakinkan dengan keseriusan dan peraturan ketat protokol kesehatan. Namun hal ini masih dianggap meragukan. “Enggak jalan (protokol kesehatan) itu. Kami dasarnya mendukung saja semua keputusan pemerintah, jika terus dilaksanakan (pilkada) kami bisa apa? Yang penting masyarakat di lapangan taat dengan protokol kesehatan. Ikuti peraturan saja,” pungkasnya. (*)