Minimnya RTH di Samarinda Pengaruhi Kehidupan Sosial Masyarakat
Ketersediaan RTH sudah minim di Samarinda sejak dari kawasan permukiman. Masyarakat kehilangan tempat berkumpul dan berpengaruh dalam kehidupan sosial.
Samarinda, intuisi.co—Sekretaris Komisi III DPRD Samarinda, Novan Syahronny Pasie, menekankan pentingnya pemenuhan ruang terbuka hijau atau RTH. Kawasan tersebut mestinya wajib terpenuhi di tiap daerah dengan cakupan 30 persen dari luas daerah. Ketentuan itu bahkan tertuang dalam undang-undang hingga peraturan daerah. Namun di Samarinda, yang terpenuhi hanya 5 persen.
Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang 26/2007 tentang Penataan Ruang mengatur proporsi RTH di wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah. Ketentuan serupa juga diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Kedua beleid itu, mengharuskan tiap kota memiliki 30 persen RTH dengan peruntukan 20 persen RTH publik dan 10 persen privat.
Di level daerah, khususnya Samarinda, ketentuan itu juga diatur dalam Perda No 2/2014 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Samarinda 2014–2034. RTH kota diharuskan mencakup 30 persen luas wilayah. Namun demikian, Samarinda saat ini hanya memiliki 5 persen dari 717,4 kilometer persegi luas Ibu Kota Kaltim ini.
Menurut Novan, minimnya RTH di Kota Tepian tak lepas dari geliat pembangunan. Ia pun mencontohkan lingkungan di permukiman warga. Dahulu, di kampung-kampung, lumrah ditemui arena olahraga seperti lapangan voli. Namun dewasa ini, pemandangan begitu sudah sangat susah ditemui. Padahal fasilitas itu lah yang menjadi wadah berkumpul masyarakat di lingkungannya.
“Sekarang minim karena pembangunan,” tuturnya.
Meski begitu, Novan pun memaklumi. Dahulu, arena olahraga di permukiman biasanya lahir dari peminjaman warga. Sehingga ketika suatu saat si pemilik tanah mendirikan bangunan di atasnya, fasilitas itu pun hilang. “Akhirnya kita sadari, saat pembangunan dulu tak ada usulan hibah untuk dijadikan tempat ruang terbuka hijau, tempat berkumpul warga,” lanjut politikus Partai Golongan Karya tersebut.
RTH Bisa Buka Peluang
Situasi itu akhirnya berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat dewasa ini. Warga di permukiman hanya bertemu di momen-momen acara, keagamaan, atau kedukaan. Padahal jika ada RTH, fasilitas tersebut bakal jadi sarana segala kalangan, apapun agamanya. “Ini juga yang kadang sering membuat terjadi kejahatan, karena sesama tetangga tak saling tahu,” sesalnya.
Novan pun berharap situasi tersebut bisa menjadi perhatian Pemkot Samarinda, begitu juga aparat di lingkungan sekitar sejak dari jenjang RT. Karena di sisi lain, ketersediaan RTH di lingkungan warga seperti arena olahraga, bisa membuka peluang lain untuk mendatangkan program-program dari pemerintah pusat. Seperti penyaluran fasilitas olahraga dari Kementerian Pemuda dan Olahraga yang kerap mensyaratkan ketersediaan tempat olahraga di lingkungan yang diusulkan. (*)