HeadlineSorotan

Sejarah Citra Niaga, Proyek Revolusioner Penyelamat Wajah Samarinda

Hari ini tepat 33 tahun Citra Niaga resmi berdiri. Kawasan ekonomi yang dibangun untuk mengakomodasi pedagang besar dan kecil di Samarinda.

Samarinda, intuisi.co – Kamis, 27 Agustus 2020, tetap 33 tahun kawasan Citra Niaga diresmikan. Sejarah panjang mewarnai proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.

Bermula dari kondisi Samarinda yang begitu kumuh era 1980-an. Gubernur Kaltim saat itu, Soewandi Roestam, meminta anaknya, Didik Soewandi, mencari ide mengatasi persoalan tersebut.

Samarinda hari-hari itu banyak dijumpai permukiman kumuh. Seiring pertumbuhan populasi di Ibu Kota Kaltim ini. Belum lagi tingkat migrasi yang hebat dari Jawa hingga Sulawesi. Termasuk Kalimantan Selatan.

Arus migrasi memunculkan terbukanya usaha kaki lima seperti pedagang asongan yang terus meningkat. Situasi di Samarinda pun makin serius. Trotoar dipenuhi aktivitas pedagang. Dari sebelumnya 1000 orang pada 1983, meroket jadi 5 ribu dua tahun setelahnya. Dan hampir 6 ribu pada 1985. Sebagaimana terdata dalam dokumen The Aga Khan Award for Architecture, Citra Niaga Urban Development.

Pada tahun itu, Pemkot Samarinda pun mulai mempertimbangkan program khusus mengatasi masalah pedagang kaki lima yang mencekik jalan kota. Maka dikemukakanlah proyek Citra Niaga. Dimotori Didik Soewandi sebagai pengembang, menggandeng Antonio Ismael sebagai arsitek, yang ketika itu mengerjakan proyek di Meksiko.

Proyek Citra Niaga membawa misi mengubah Samarinda sebagai Ibu Kota Kaltim memiliki semangat modernisasi tanpa diskriminasi di semua sektor ekonomi. Dimulai dengan peningkatan salah satu daerah paling kumuh di Kota Tepian, Jalan Panglima Batur.

Di sinilah rencana Citra Niaga mengemuka. Menggunakan lahan pemerintah yang semula berdiri Taman Hiburan Gelora. Memakan luas 1,83 hektare dalam pembangunannya dari total 2,7 hektare lahan yang tersedia.

Pada tahun itu, konsep Citra Niaga sudah begitu revolusioner. Tak heran fasilitas itu berhasil meraih penghargaan arsitektur internasional bertajuk The Aga Khan Award for Architecture.

Fondasi kawasan Citra Niaga sebagian besar menggunakan tiang pancang kayu. Pola yang relatif umum di Samarinda. Paling Sesuai dengan kondisi tanah yang relatif berawa. Dengan struktur sebagian besar bangunan terbuat dari sistem balok. Sedangkan untuk kios pedagang kaki lima terbuat dari kayu ulin keras.

Sebagian besar atapnya terbuat dari genteng beton. Termasuk untuk warung pedagang kaki lima. Sementara kios pedagang kaki lima, memiliki atap dari sirap kayu. Sistem atap khusus di sudut-sudut kompleks ruko dan pintu masuk plaza, menggunakan bahan plexiglass yang ditopang pipa logam.

Sementara dinding eksterior terbuat dari batu bata yang dibakar. Dengan dinding interior ruang hunian menggunakan partisi kayu lapis. Beberapa sistem lantainya adalah beton dan sebagian lagi terbuat dari kayu. Adapun sistem sanitasi menggunakan septic tank bilik ganda.

Sebagian besar ruang terbuka, seperti alun-alun dan tempat parkir, menggunakan paving blok beton. Memungkinkan air hujan dapat dikembalikan ke tanah melalui rembesan alami.

Total anggaran untuk proyek raksasa tersebut mencapai Rp4,3 miliar atau setara USD6,82 juta pada 1987. Dengan kondisi kurs saat ini, nilai proyek Citra Niaga adalah USD 15,56 juta atau setara Rp228 miliar.

Sebagai kawasan ekonomi, Citra Niaga dirancang untuk mengakomodasi semua lapisan ekonomi penduduk. Dari yang berpenghasilan tinggi hingga yang rendah. Menjadi tempat yang menguntungkan untuk saling hidup berdampingan. Pengembangan terpadu multikompleks yang terdiri dari ruko, toko kecil, toko plaza, dan ruang terbuka untuk alun-alun kota. Menjadi fasilitas rekreasi dan areal pedagang kaki lima. (*)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.